Rumah atau hunian tempat tinggal yang
layak merupakan salah satu kebutuhan fisik dasar manusia. Oleh karena itu, UU. No. 1, 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman secara
tegas
menyatakan bahwa “negara
bertanggung jawab” melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta
menghuni rumah yang layak dan terjangkau.
Mewujudkan amanah ini tentu saja tidak mudah, pemerintah dengan segala keterbatasannya menyadari bahwa untuk mewujudkan tujuan ini membutuhkan kerjasama dengan seluruh pemangku kepentingan terkait. Hal ini lebih berat lagi manakala terkait dengan penyediaan perumahan bagi masyarakat kurang mampu baik yang tergolong masyarakat miskin dan atau masyarakat berpenghasilan rendah yaitu mereka yang memiliki keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan dari pemerintah untuk memperoleh rumah yang layak. Pelibatan masyarakat sebagai pengguna akhir adalah kunci di dalam memecahkan permasalahan ini.
Mewujudkan amanah ini tentu saja tidak mudah, pemerintah dengan segala keterbatasannya menyadari bahwa untuk mewujudkan tujuan ini membutuhkan kerjasama dengan seluruh pemangku kepentingan terkait. Hal ini lebih berat lagi manakala terkait dengan penyediaan perumahan bagi masyarakat kurang mampu baik yang tergolong masyarakat miskin dan atau masyarakat berpenghasilan rendah yaitu mereka yang memiliki keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan dari pemerintah untuk memperoleh rumah yang layak. Pelibatan masyarakat sebagai pengguna akhir adalah kunci di dalam memecahkan permasalahan ini.
Paparan Seminar Nasional dalam Rangka Hari Habitat Dunia 2013 |
Hingga kini pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memfasilitasi masyarakat
di dalam memecahkan permasalahannya baik secara mandiri (individual self-help),
dengan bantuan komunitas di lingkungan sekitar (collective or mutual self-help),
dengan bantuan lembaga swadaya masyarakat (organized or aided self-help), pemerintah
lokal dan bahkan sektor swasta. Salah satunya adalah melalui skema program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
(BSPS). Pelaksanaan BSPS ini secara umum dapat dinilai cukup efektif di dalam membantu
masyarakat miskin (the poor) untuk meningkatkan kualitas huniannya (Manaf, 2011). Namun demikian, program ini baru menyentuh masyarakat
yang sangat miskin dengan skema bantuan yang bersifat hibah (karitatif). Untuk merespon permasalahan ini pemerintah juga telah memperkenalkan alternatif skema program lainnya yang lebih berkelanjutan yaitu program KPR Fasilitas
Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Akan tetapi program ini meskipun telah dapat
menjadi salah satu bentuk dukungan program bagi masyarakat berpenghasilan
rendah namun belum mampu berjalan efektif terutama untuk
mengakses segmen masyarakat berpenghasilan rendah yang tergolong “non bankable”
(Manaf, 2013).
Pola penyalurannya yang lebih berorientasi pada mekanisme pasar formal dinilai tindak kompatibel dengan kondisi masyarakat yang tergolong non Bankable. Pemerintah di dalam menerapkan program KPR-FLPP hendaknya tidak begitu saja melepas distribusi atau pemanfaatan KPR-FLPP ini melalui mekanisme pasar perumahan formal dengan bermitra hanya dengan sektor swasta (supply side approach) akan tetapi perlu melibatkan masyarakat calon pengguna akhir (end user) secara lebih berarti, pemerintah daerah, dan juga organisasi-organisasi non pemerintah terkait lainnya. Pengembangan pendekatan-pendekatan kolaboratif di dalam menerapkan program KPR-FLPP tidak hanya dapat mengatasi permasalahan akses kelompok masyarakat yang tergolong non Bankable akan tetapi juga dapat menjadi media pembelajaran sosial yang dikemudian hari diharapkan dapat menjamin keberlanjutan komunitas (sustainable community) terutama di dalam mengatasi berbagai permasalahan yang akan dihadapi paska pembangunan perumahan nanti.
Pola penyalurannya yang lebih berorientasi pada mekanisme pasar formal dinilai tindak kompatibel dengan kondisi masyarakat yang tergolong non Bankable. Pemerintah di dalam menerapkan program KPR-FLPP hendaknya tidak begitu saja melepas distribusi atau pemanfaatan KPR-FLPP ini melalui mekanisme pasar perumahan formal dengan bermitra hanya dengan sektor swasta (supply side approach) akan tetapi perlu melibatkan masyarakat calon pengguna akhir (end user) secara lebih berarti, pemerintah daerah, dan juga organisasi-organisasi non pemerintah terkait lainnya. Pengembangan pendekatan-pendekatan kolaboratif di dalam menerapkan program KPR-FLPP tidak hanya dapat mengatasi permasalahan akses kelompok masyarakat yang tergolong non Bankable akan tetapi juga dapat menjadi media pembelajaran sosial yang dikemudian hari diharapkan dapat menjamin keberlanjutan komunitas (sustainable community) terutama di dalam mengatasi berbagai permasalahan yang akan dihadapi paska pembangunan perumahan nanti.
0 Comments:
Post a Comment