Saturday, January 31, 2015

Pendekatan Kolaboratif dalam Pembangunan Perumahan Formal: Sebuah renungan bagi Program KPR- FLPP

Rumah atau hunian tempat tinggal yang layak merupakan salah satu kebutuhan fisik dasar manusia. Oleh karena itu, UU. No. 1, 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman secara tegas menyatakan bahwa “negara bertanggung jawab” melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau.

Mewujudkan amanah ini tentu saja tidak mudah, pemerintah dengan segala keterbatasannya menyadari bahwa untuk mewujudkan tujuan ini membutuhkan kerjasama dengan seluruh pemangku kepentingan terkait.  Hal ini lebih berat lagi manakala terkait dengan penyediaan perumahan bagi masyarakat kurang mampu baik yang tergolong masyarakat miskin dan atau masyarakat berpenghasilan rendah yaitu mereka yang memiliki keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan dari pemerintah untuk memperoleh rumah yang layak. Pelibatan masyarakat sebagai pengguna akhir adalah kunci di dalam memecahkan permasalahan ini.
Paparan Seminar Nasional dalam Rangka Hari Habitat Dunia 2013


Hingga kini pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memfasilitasi masyarakat di dalam memecahkan permasalahannya baik secara mandiri (individual self-help), dengan bantuan komunitas di lingkungan sekitar (collective or mutual self-help), dengan bantuan lembaga swadaya masyarakat (organized or aided self-help), pemerintah lokal dan bahkan sektor swasta. Salah satunya adalah melalui skema program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Pelaksanaan BSPS ini secara umum dapat dinilai cukup efektif di dalam membantu masyarakat miskin (the poor) untuk meningkatkan kualitas huniannya (Manaf, 2011). Namun demikian, program ini baru menyentuh masyarakat yang sangat miskin dengan skema bantuan yang bersifat hibah (karitatif). Untuk merespon permasalahan ini pemerintah juga telah memperkenalkan alternatif skema program lainnya yang lebih berkelanjutan yaitu program KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Akan tetapi program ini meskipun telah dapat menjadi salah satu bentuk dukungan program bagi masyarakat berpenghasilan rendah namun belum mampu berjalan efektif terutama untuk mengakses segmen masyarakat berpenghasilan rendah yang tergolong “non bankable” (Manaf, 2013). 

Pola penyalurannya yang lebih berorientasi pada mekanisme pasar formal dinilai tindak kompatibel dengan kondisi masyarakat yang tergolong non Bankable. Pemerintah di dalam menerapkan program KPR-FLPP hendaknya tidak begitu saja melepas distribusi atau pemanfaatan KPR-FLPP ini melalui mekanisme pasar perumahan formal dengan bermitra hanya dengan sektor swasta (supply side approach) akan tetapi perlu melibatkan masyarakat calon pengguna akhir (end user) secara lebih berarti, pemerintah daerah, dan juga organisasi-organisasi non pemerintah terkait lainnya. Pengembangan pendekatan-pendekatan kolaboratif di dalam menerapkan program KPR-FLPP tidak hanya dapat mengatasi permasalahan akses kelompok masyarakat yang tergolong non Bankable akan tetapi juga dapat menjadi media pembelajaran sosial yang dikemudian hari diharapkan dapat menjamin keberlanjutan komunitas (sustainable community) terutama di dalam mengatasi berbagai permasalahan yang akan dihadapi paska pembangunan perumahan nanti.

0 Comments:

Post a Comment